Jakarta – Seorang siswa Madrasah Aliyah (MA) di Tebet, Jakarta Selatan, berinisial AAP (16), mengalami koma setelah terlibat duel dengan kakak kelasnya. Insiden ini menjadi sorotan banyak pihak, termasuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), yang menyatakan keprihatinan mendalam atas kejadian tersebut.
"Kami prihatin dengan kejadian ini dan semoga korban dapat ditangani dengan baik dan segera pulih kembali," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, kepada wartawan, Jumat (11/10/2024).
KemenPPPA mendorong penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini dan menindak tegas pihak yang terlibat. Nahar menegaskan bahwa peristiwa ini tidak hanya menimbulkan penderitaan fisik bagi korban, tetapi juga menunjukkan adanya celah dalam sistem pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah.
"Kejadian ini menimbulkan penderitaan fisik bagi korban, dan kami berharap pihak berwenang dapat memberikan keadilan yang setimpal," tambah Nahar.
Lebih jauh, KemenPPPA menyoroti pentingnya menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan bebas kekerasan, dengan menerapkan pendekatan pencegahan sejak dini. Mereka meminta sekolah-sekolah, termasuk madrasah, untuk lebih aktif dalam menjalankan program pencegahan kekerasan dan pendidikan karakter bagi siswa.
"Kita harus memastikan bahwa sekolah menjadi tempat yang aman dan ramah bagi anak-anak. Kekerasan, dalam bentuk apapun, tidak boleh terjadi di lingkungan pendidikan,” tegas Nahar.
Kasus ini mencuat setelah video duel antara AAP dan kakak kelasnya viral di media sosial. Dalam video tersebut, tampak mereka terlibat adu fisik hingga salah satu korban harus dilarikan ke rumah sakit dan kini dalam kondisi koma.
KemenPPPA juga meminta pemerintah daerah, terutama Dinas Pendidikan, untuk lebih ketat dalam memantau interaksi antar siswa dan menerapkan langkah-langkah pencegahan kekerasan di sekolah. Program pelatihan bagi guru dalam mendeteksi dini potensi konflik juga dinilai penting untuk memperkecil peluang terjadinya insiden serupa.
"Pendidikan adalah hak dasar anak, dan kekerasan tidak boleh menjadi bagian dari kehidupan mereka di sekolah. Kami mendesak agar kasus ini diusut tuntas dan langkah pencegahan lebih ditegaskan ke depan," tutup Nahar.